Pemerintah Akan Melegalkan Narkoba di Indonesia
Narkoba bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi kita. Kita telah sering mendengar dan membaca berita tentang narkoba di media elektronik maupun media cetak. Di Indonesia, peredaran obat terlarang ini sudah menjadi salah satu permasalahan utama yang harus segera diatasi. Narkoba merupakan obat yang bermanfaat jika digunakan sesuai dengan kebutuhan tetapi lain arti jika kita memakainya dengan sembarang akan berdampak buruk bagi diri kita.
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Narkoba biasanya digunakan oleh aparat penegak hukum seperti polisi, Badan Narkotika Nasional (BNN), hakim, jaksa, dan lainnya untuk hal-hal positif. Selain narkoba ada juga istilah Napza, yaitu singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Istilah Napza biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi.
Kriminalitas yang sangat tinggi dalam peredaran narkoba membuat Indonesia harus mengambil tindakan yang lebih tepat dalam mengatasinya. Wacana yang saat ini terbentuk yaitu pelegalan narkoba. Legal sendiri artinya sah menurut hukum yang berlaku, sudah terjamin, dan tidak bersengketa, sedangkan melegalkan artinya membuat menjadi legal. Namun pelegalan ini hanya diberlakukan pada rumah sakit tertentu dan tidak semua jenis narkoba, melainkan hanya ganja saja yang diperbolehkan.
Munculnya wacana ini diakibatkan oleh opini publik untuk berkaca pada negara Belanda yang melegalkan narkoba. Pelegalan narkoba ini tidak membuat Belanda memiliki tingkat penggunaan narkoba yang tinggi justru sebaliknya. Dalam pelegalan narkoba ini Belanda menerapkan sistem Red Zone dimana para pelaku yang memiliki izin dari polisi, dokter dan aparat pemerintahan dapat menggunakan narkoba di zona tersebut. Penggunaan narkoba dalam hal ini juga hanya untuk kepentingan medis dan digunakan pada rumah sakit.
Tidak dapat dipungkiri, walau dengan adanya sistem Red Zone ini masih ada celah untuk oknum yang merugikan masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah harus melakukan pengawasan yang sangat ketat khususnya di daerah sekitar Red Zone untuk menghindari celah dan kemungkinan buruk yang akan terjadi. Secara garis besar polisi akan mendapat pengawasan dari BNN dan pihak penyelenggara akan memberikan laporan kepada BNN secara rutin dengan waktu yang ditentukan.
Dengan demikian, tidak sembarang orang yang dapat memasuki kawasan Red Zone ini. Adapun ketentuan bagi siapa saja yang diperbolehkan untuk memasuki kawasan Red Zone yaitu umur minimal 21 tahun ke atas, serta memiliki izin dari kepolisian dan dokter. Setelah mendapat izin dari kepolisian dan dokter, penyerahan izin tersebut kepada BNN agar dapat memasuki kawasan Red Zone tersebut.
Seperti yang kita ketahui, walaupun penggunaan ganja dilarang di Indonesia tetapi sebenarnya banyak manfaat dari ganja yang bisa digunakan dalam ilmu medis seperti mengobati kanker, epilepsi, glaukoma, dan lain-lain. Bahkan dalam dunia medis, bukan hanya ganja yang termasuk jenis narkoba yang digunakan, tetapi ada juga yang lain seperti kokain untuk obat bius dan kodein untuk obat batuk.
Sebenarnya banyak jenis narkoba yang dapat digunakan dalam dunia medis asalkan dosis yang digunakan pas dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Selain itu dengan adanya Red Zone ini, para penderita penyakit yang memerlukan obat jenis tersebut tidak perlu lagi khawatir dan bersembunyi dalam menggunakannya, karena selain sudah disediakan pastinya kesterilan akan terjaga dan tidak akan terjadi yang namanya kelebihan dosis atau cara penggunaan yang salah. Akhirnya kemungkinan kecil untuk cara penggunaan yang salah dapat teratasi.
Dengan adanya peraturan ini juga akan mengurangi atau bahkan menghilangkan pasar-pasar gelap dan peredaran narkoba oleh bandar narkoba. Peraturan ini membuat orang-orang yang membutuhkan ganja tidak akan pergi membeli ke pengedar narkoba melainkan langsung pergi ke rumah sakit Red Zone yang dilengkapi dengan fasilitas dan pastinya harga yang ditebus tidak semahal membeli dari pengedar narkoba. Akhirnya penjual narkoba tidak akan memiliki pangsa lagi karena sistem yang juga semakin ketat.
Sebenarnya keberadaan ganja di Indonesia bukanlah sesuatu yang harus dibasmi karena ganja sendiri memiliki manfaat. Seperti kasus yang terjadi di daerah Pontianak, dimana sang suami menanam pohon ganja di dalam pot untuk pengobatan sang istri yang memang hanya cocok pada obat tersebut. Karena ketahuan oleh aparat, sang suami akhirnya di penjara. Oleh karena selama di penjara sang suami tidak lagi memberikan ganja kepada istrinya akhirnya istrinya pun meninggal. Dari hal tersebut satu yang dapat kita tau bahwa ganja memang memiliki manfaat dalam dunia medis.
Walaupun dengan manfaat ganja yang sudah diketahui dan sistematika yang jelas dari Red zone sendiri, ada yang tidak setuju dengan adanya pelegalan narkoba ini. Mereka mengganggap pengobatan dengan jenis narkoba ini sangat berbahaya karena narkoba sangat susah dihilangkan dari tubuh. 0,1 gram narkoba baru bisa hilang setelah 3 bulan. Dengan begitu narkoba tersebut akan mengendap di dalam tubuh dalam jangka waktu yang relatif lama. Dan perlu diperhatikan jumlah yang tewas akibat narkoba tersebut.
Selain itu, tidak ada jaminan untuk suatu rumah sakit dapat menjadi Red Zone, karena memerlukan suatu standar dan kualifikasi yang khusus untuk sebuah rumah sakit agar dipercaya sebagai Red Zone. Selain itu, pemerintah harus menyiapkan secara matang dampak yang akan ditimbulkan dari pelegalan narkoba ini baik dari dampak biologis, ekonomis, maupun sosial. Pemerintah juga harus mengantisipasi kemungkinan (buruk) kecil yang akan terjadi.
Pihak kontra juga menganggap dengan adanya pelegalan narkoba ini, maka peredaran narkoba menjadi tidak terkontrol. Menurutnya pelegalan narkoba tidak dapat membuat narkoba di Indonesia turun atau bahkan musnah dan untuk menghentikan pasar gelap itu sangatlah sulit. Oleh karena itu pemerintah harus menyiapkan segala sesuatunya dengan sangat matang dan memikirkan dampak yang ditimbulkan.
Pelegalan narkoba khususnya ganja ini merupakan suatu permasalahan yang kontroversial di dunia. Keberadaannya pun dianggap ilegal dan termasuk ke dalam obat-obatan terlarang, tapi di sisi lain sebenarnya tanaman yang juga tumbuh subur di Indonesia ini merupakan obat yang manfaat positifnya ternyata cukup banyak. Namun, meski penggunaannya tidak selalu berbahaya, ganja bisa mempengaruhi tubuh dan pikiran kapan saja ketika ia memasuki tubuh.
Sistematika Red Zone untuk pelegalan narkoba memang sudah sistematis dan terancang tapi memang perlu dikaji ulang apakah itu dapat diterapkan di Indonesia atau tidak. Jika berhasil di negara lain belum tentu berhasil di negara sendiri. Oleh sebab itu memang membutuhkan perencanaan yang matang dan mengantisipasi dampak dan kemungkinan kecil yang ditimbulkan.
Munculnya wacana ini diakibatkan oleh opini publik untuk berkaca pada negara Belanda yang melegalkan narkoba. Pelegalan narkoba ini tidak membuat Belanda memiliki tingkat penggunaan narkoba yang tinggi justru sebaliknya. Dalam pelegalan narkoba ini Belanda menerapkan sistem Red Zone dimana para pelaku yang memiliki izin dari polisi, dokter dan aparat pemerintahan dapat menggunakan narkoba di zona tersebut. Penggunaan narkoba dalam hal ini juga hanya untuk kepentingan medis dan digunakan pada rumah sakit.
Tidak dapat dipungkiri, walau dengan adanya sistem Red Zone ini masih ada celah untuk oknum yang merugikan masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah harus melakukan pengawasan yang sangat ketat khususnya di daerah sekitar Red Zone untuk menghindari celah dan kemungkinan buruk yang akan terjadi. Secara garis besar polisi akan mendapat pengawasan dari BNN dan pihak penyelenggara akan memberikan laporan kepada BNN secara rutin dengan waktu yang ditentukan.
Dengan demikian, tidak sembarang orang yang dapat memasuki kawasan Red Zone ini. Adapun ketentuan bagi siapa saja yang diperbolehkan untuk memasuki kawasan Red Zone yaitu umur minimal 21 tahun ke atas, serta memiliki izin dari kepolisian dan dokter. Setelah mendapat izin dari kepolisian dan dokter, penyerahan izin tersebut kepada BNN agar dapat memasuki kawasan Red Zone tersebut.
Seperti yang kita ketahui, walaupun penggunaan ganja dilarang di Indonesia tetapi sebenarnya banyak manfaat dari ganja yang bisa digunakan dalam ilmu medis seperti mengobati kanker, epilepsi, glaukoma, dan lain-lain. Bahkan dalam dunia medis, bukan hanya ganja yang termasuk jenis narkoba yang digunakan, tetapi ada juga yang lain seperti kokain untuk obat bius dan kodein untuk obat batuk.
Sebenarnya banyak jenis narkoba yang dapat digunakan dalam dunia medis asalkan dosis yang digunakan pas dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Selain itu dengan adanya Red Zone ini, para penderita penyakit yang memerlukan obat jenis tersebut tidak perlu lagi khawatir dan bersembunyi dalam menggunakannya, karena selain sudah disediakan pastinya kesterilan akan terjaga dan tidak akan terjadi yang namanya kelebihan dosis atau cara penggunaan yang salah. Akhirnya kemungkinan kecil untuk cara penggunaan yang salah dapat teratasi.
Dengan adanya peraturan ini juga akan mengurangi atau bahkan menghilangkan pasar-pasar gelap dan peredaran narkoba oleh bandar narkoba. Peraturan ini membuat orang-orang yang membutuhkan ganja tidak akan pergi membeli ke pengedar narkoba melainkan langsung pergi ke rumah sakit Red Zone yang dilengkapi dengan fasilitas dan pastinya harga yang ditebus tidak semahal membeli dari pengedar narkoba. Akhirnya penjual narkoba tidak akan memiliki pangsa lagi karena sistem yang juga semakin ketat.
Sebenarnya keberadaan ganja di Indonesia bukanlah sesuatu yang harus dibasmi karena ganja sendiri memiliki manfaat. Seperti kasus yang terjadi di daerah Pontianak, dimana sang suami menanam pohon ganja di dalam pot untuk pengobatan sang istri yang memang hanya cocok pada obat tersebut. Karena ketahuan oleh aparat, sang suami akhirnya di penjara. Oleh karena selama di penjara sang suami tidak lagi memberikan ganja kepada istrinya akhirnya istrinya pun meninggal. Dari hal tersebut satu yang dapat kita tau bahwa ganja memang memiliki manfaat dalam dunia medis.
Walaupun dengan manfaat ganja yang sudah diketahui dan sistematika yang jelas dari Red zone sendiri, ada yang tidak setuju dengan adanya pelegalan narkoba ini. Mereka mengganggap pengobatan dengan jenis narkoba ini sangat berbahaya karena narkoba sangat susah dihilangkan dari tubuh. 0,1 gram narkoba baru bisa hilang setelah 3 bulan. Dengan begitu narkoba tersebut akan mengendap di dalam tubuh dalam jangka waktu yang relatif lama. Dan perlu diperhatikan jumlah yang tewas akibat narkoba tersebut.
Selain itu, tidak ada jaminan untuk suatu rumah sakit dapat menjadi Red Zone, karena memerlukan suatu standar dan kualifikasi yang khusus untuk sebuah rumah sakit agar dipercaya sebagai Red Zone. Selain itu, pemerintah harus menyiapkan secara matang dampak yang akan ditimbulkan dari pelegalan narkoba ini baik dari dampak biologis, ekonomis, maupun sosial. Pemerintah juga harus mengantisipasi kemungkinan (buruk) kecil yang akan terjadi.
Pihak kontra juga menganggap dengan adanya pelegalan narkoba ini, maka peredaran narkoba menjadi tidak terkontrol. Menurutnya pelegalan narkoba tidak dapat membuat narkoba di Indonesia turun atau bahkan musnah dan untuk menghentikan pasar gelap itu sangatlah sulit. Oleh karena itu pemerintah harus menyiapkan segala sesuatunya dengan sangat matang dan memikirkan dampak yang ditimbulkan.
Pelegalan narkoba khususnya ganja ini merupakan suatu permasalahan yang kontroversial di dunia. Keberadaannya pun dianggap ilegal dan termasuk ke dalam obat-obatan terlarang, tapi di sisi lain sebenarnya tanaman yang juga tumbuh subur di Indonesia ini merupakan obat yang manfaat positifnya ternyata cukup banyak. Namun, meski penggunaannya tidak selalu berbahaya, ganja bisa mempengaruhi tubuh dan pikiran kapan saja ketika ia memasuki tubuh.
Sistematika Red Zone untuk pelegalan narkoba memang sudah sistematis dan terancang tapi memang perlu dikaji ulang apakah itu dapat diterapkan di Indonesia atau tidak. Jika berhasil di negara lain belum tentu berhasil di negara sendiri. Oleh sebab itu memang membutuhkan perencanaan yang matang dan mengantisipasi dampak dan kemungkinan kecil yang ditimbulkan.